gempa.dunia © 2023 - ~
~M8.6 - Gempa Laut Banda 1852
1852-11-26 05:30:00 WIB | 6.20S 132.07T | Kedalaman 10 km
Zona Sesar Anjak Tanimbar-Kai
Belum tersedia.
Di Pulau Neira, terjadi guncangan vertikal yang kuat, yang dengan
cepat menjadi osilasi bergelombang dengan kekuatan yang
meningkat, yang berlangsung selama 5 menit. Semua warga lari ke jalan. Tidak mungkin berdiri tanpa berpegangan pada sesuatu. Sebagian besar penduduk di pulau itu ditinggalkan dalam tumpukan reruntuhan, dan rumah-rumah yang tetap berdiri menjadi tidak layak huni karena banyaknya retakan. Bagian dari Gunung Panenberg tempat stasiun sinyal berada runtuh. Banyak retakan muncul di tanah di pantai.
Gempa bumi juga menimbulkan kerusakan serupa di Pulau
Lonthor. Kejadian gempa disertai dengan suara raungan seperti tembakan meriam, yang diikuti oleh gempa-gempa susulan, beberapa diantaranya dirasakan cukup kuat. Dampak gempa serius jua dialami di pulau Rosengain dan Ai.
Di Ambon, guncangan bergelombang yang kuat berlangsung
selama 5 menit tanpa kehancuran. Pengaruh gempa bumi serupa
dirasakan di perbukitan dan danau. Di Pulau Haruku, tembok gereja di Aboru dan Tembok Benteng Zelandia retak. Banyak bangunan
yang rusak di Pulau Saparua. Gempa dirasakan di Pulau Laot,
Buru, Seram, dan kemungkinan di Pulau Bacan dan Ternate. Tiang
bendera dan pepohonan bergoyang kuat di Labuha di Pulau Bacan.
Di Banda Neira, ¼ jam setelah gempa, air laut naik dan warga yang
ketakutan berhamburan menuju perbukitan. Teluk bergantian
mengering dengan cepat, lalu terisi air. Sebuah kapal yang berlayar kandas pada kedalaman 9 m terhempas di dasar laut sebanyak dua
kali. Air naik ke atap gudang dan rumah serta menghancurkan
semua pintu, menggenangi Benteng Nassau dan mencapai kaki
bukit tempat Benteng Belgica berada. Air laut juga melemparkan
cukup banyak ikan ke darat. Fluktuasi air laut yang kuat tersebut
berhenti pada pukul 13:00.
Menurut pengakuan Kapten Brig “Hai”, sebelum terjadi gempa,
kapal berlabuh di kedalaman 11 m antara pulau Naira dan Lonthor;
panjang rantai jangkar adalah 65 m. Gempa laut itu sangat kuat.
Kemudian pada pukul 08.10, air laut yang naik dengan cepat,
melonjak ke arah tenggara dengan kecepatan yang luar biasa.
Selama pasang surut terkuat, kedalaman air turun menjadi 7 m.
Semua terumbu karang di sekitarnya mengering. Setelah itu,
dengan kecepatan yang lebih besar daripada surutnya, air naik dan
mengalir ke daratan, 65 perahu kandas, yang beberapa menit
sebelumnya dibiarkan di dasar yang kering. Selang waktu antara
awal pasang surut dan pasang banjir maksimal, pada kedalaman
air 13 m adalah 20 menit. Kemudian air sekali lagi melonjak naik
dengan kecepatan yang mengerikan, menghancurkan dan
menghanyutkan segalanya. Kapal tersebut jatuh sekali lagi, dengan
cepat dan sangat berbahaya. Dua puluh menit kemudian, air naik
lagi; kedalaman air adalah 14,5 m. kali ini gelombangnya lebih kuat
dan lebih menakutkan serta lebih tinggi. Gelombang tersebut
menggenangi pemecah gelombang dan tanggul, tempat sebagian
besar awak perahu berlindung, dan membawa perahu-perahu
tersebut pergi. Enam puluh orang meninggal. Banyak perahu baik
yang kecil maupun besar dilemparkan ke tanggul dan dihancurkan.
Bangunan yang berdiri di tanggul hanyut. Setelah itu air turun
sedalam 8 m. Ombak besar datang berulang hingga empat kali,
dengan periode yang sama. Pukul 10:30. Osilasi gelombang
tersebut mulai mereda.
Tidak ada osilasi yang signifikan pada permukaan laut yang
teramati di pantai utara Pulau neira atau di pantai selatan pulau
Lonthor. Di Pulau Ai, permukaan laut satu meter lebih tinggi dari
permukaan air pasang biasanya.
Di Ambon, segera setelah gempa bumi, air mulai muncul di teluk.
Kejadian tersebut diikuti oleh pasang surut yang cepat. Proses ini
terjadi sebanyak 20 kali sebelum pukul 14:00. Ketinggian air sekitar
20 cm. Tsunami juga teramati di Hila dan Larike.
Di Pulau Saparua, gelombang pasang naik sebanyak 4 kali antara
pukul 08.30 hingga 11.00. Gelombang kedua dan keempat
mencapai ketinggian 3 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Di
sekitar pemukiman Saparua dan Tijau, air merambah 120 m ke
daratan. Setelah pukul 11.00, banjir dan pasang surut mulai
berkurang secara bertahap, namun berlanjut hingga larut malam. Di
pemukiman lain di pulau itu, Hatuana di pesisir timur laut, Kulor di
pesisir utara, Porto di pesisir barat, dan Sirisori di Teluk Saparua,
tsunami terpantau lemah.
Tsunami terlihat di Pulau Haruku di permukiman pesisir Hulaliu dan
Wassu, di Pulau Laot di Pemukiman Ameth, Akon, Laintu, dan di
Pulau Buru. Di Pulau Seram di pemukiman Amahai dan Wahai, air menggenangi rumah-rumah di dekat pantai; banyak proa hanyut.
Tsunami tidak terlihat di Pulau Bacan.
Pada tahun 1853, perubahan fisiografi besar ditemukan antara
Pulau Kai dan dua pulau Pulu Pisang, yang termasuk dalam
kelompok yang sama. Perubahan tersebut diduga akibat gempa
dan tsunami 26 November 1852. Permukaan pulau-pulau tersebut
masih lembek dan berwarna kuning keemasan. Tiga pulau kecil
baru ditemukan di antara pulau Tayandu (Trando) dan Kaimer
(Kauer). Pulau-pulau ini terdiri dari pecahan karang dan pasir
kuning. Seperti diceritakan, salah satunya kemudian hanyut,
sedangkan dua lainnya tertutup semak belukar. Pada tahun 1854
ditemukan pulau baru di antara pulau Pulu Ergodan dan Pulu Hodin
(menurut sumber lain terletak di wilayah Pulau Yut, pada 5°35’LS
dan 133°BT). Pulau itu berbentuk bulat, berdiameter 250 m, dan
menjorok ke atas tebing dengan kedalaman tidak lebih dari 2 m.
Pulau tersebut tersusun oleh tanah lempung dan ditutupi dengan
semak segar (Dikutip dari Yudichara dkk., 2023; Perrey, 1854, 1856, 1857a; Rudolph, 1887; Dutton,
1904; Krummel, 1911; Milne, 1912b; Wichmann, 1918; Heck, 1934,
1947; Ponyavin; 1965 ; Iida et al., 1967; Berninghausen, 1969).
- Martin, S. S., Cummins, P. R., & Meltzner, A. J. (2022). Gempa Nusantara: a database of 7380 macroseismic observations for 1200 historical earthquakes in Indonesia from 1546 to 1950. Bulletin of the Seismological Society of America, 112(6), 2958-2980.
- Gempabumi, P., & Tsunami, B. M. K. G. (2019). Katalog gempabumi signifikan dan merusak tahun 1821-2018. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
- Triyono, R., Prasetya, T., Daryono, A. S., Sudrajat, A., & Setiyono, U. (2019). Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416-2018. Jakarta: BMKG.
- Yudichara, Cipta, A., Maemunah, I., Lewu, A.P., Nurfalah, F. (2023). Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416 - 2021. Bandung : Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.